“Hikmah adalah barang milik Mu’min. oleh karena itu dimanapun dia menemukannya, maka dialah yang paling berhak memilikinya.” Hadits
Bagi Anda yang baru berkenalan, kiranya baik juga untuk dimengerti bahwa istilah kata “Theosofi/Teosofi” pada awalnya ditujukan untuk bangsa Barat/Eropa. Marilah kita mulai membahas dari segi etimologis. Etimologis adalah ilmu yang melacak asal-usul suatu kata, kemudian perkembangan selanjutnya dari kata tersebut. Dan akhirnya bagaimana kata itu digunakan sekarang, dengan konotasi tertentu yang melekat padanya
Kata “theosofi” berasal dari bahasa Yunani “Theos” dan “Sofia”. Theos = Tuhan dan Sofia = Hikmah =Kebijaknaan = Kearifan = Wisdom atau Wysheid. Jadi “theosofia” yang kemudian berubah menjadi “theosofi” – artinya menjadi Kebijaksanaan Tuhan / Illahi, God’s Wisdom atau Godelyk Wysheid. Bila dijabarkan lebih lanjut maka artinya segala ilmu, filsafat dan pelajaran tentang kebijaksanaan Illahiah. Dipandang dari aspek ini, kita dapat mengambil berbagai kesimpulan yang menarik;
1. Bila penafsirannya terlalu luas maka theosofi pada hakekatnya merupakan satu ilmu atau filsafat yang mencakup bidang yang sangat luas sekali. Sebab pada galibnya, semua pelajaran itu dapat saja disebut sebagai kebijaksanaan Illahi, bukan ? Bukanlah Beliau itu meliputi segalanya di alam semesta kita ini?
2. Tentu saja ini bukan berarti, bahwa theosofi itu ingin mendominir atau mencaplok ajaran-ajaran yang lain. Harus dibedakan antara theosofi dan “perhimpunan theosofi” ini berarti kita memilah antara theosofi suatu ajaran universal yang harus disebarluaskan dan perhimpunan yang bekerja dengan dibatasi oleh peraturan-peraturan organisasi yang berlaku.
3. Pengertian tentang keuniversalan filsafah itu sendiri sesungguhnya lebih ditujukan kepada warga theosofi itu sendiri; Ialah dengan maksud
a. Agar mereka berusaha lebih menghargai cara berpikir / pandangan saudara-saudara kita yang lain.
b. Agar dapat lebih menggugah rasa toleransi dan menghormati semua ajaran agama-agama dan spiritual yang ada di dunia ini.
c. Agar mampu melihat dan merasakan ada nya keindahan-keindahan yang terdapat dalam semua ajaran agama dan spiritual tersebut.
Sebab bukanlah semua itu datang dari-Nya dan nanti juga akan kembali pada-Nya?
Dengan pengertian yang luas dan mendalam itu diharapkan para warga akan lebih mudah menghayati tujuan pertama dari perhimpunan. Yakni “Mengadakan inti persaudaraan universal antara sesama manusia, tanpa membedakan bangsa, ras, sex, warna atau kasta.”
Motivasi atau dorongan apakah gerangan yang mengilhami para Pendiri Perhimpunan Theosofi untuk mencetuskan “inti persaudaraan” ini di tengah-tengah masyarakat dunia?
Marilah kita mencoba merasakan suasana ketika dunia Barat pada periode zaman renaissance, yakni dekade-dekade terakhir dari abad IXX. Raksasa kembar yang dinamakan “teknologi” dan “ilmu pengetahuan” baru sedang berkembang melebarkan sayapnya ke seluruh penjuru dunia. Negara-negara barat sedang berada dalam puncak kejayaannya, dengan keadaan itu sifat rakus yang berkedok kolonialisasi berjalan di mana-mana di India, Indonesia, Afrika dan Amerika Selatan jatuh di tangan mereka. Dengan sukses-sukses lahiriah itu, maka para ilmuwanlah yang dianggap berjasa dan memungkinkan tercapainya itu. Kemudian merasa yakin bahwa hanya dengan bantuan raksasa kembar itu semua masalah dapat diselesaikan atau diatasi, termasuk kebahagiaan manusia (nyatanya kemudian terjadi perang dunia kesatu dan kedua). Di dalam suasana materialis yang sedemikian itulah tentu saja “Tuhan, persaudaraan, rasa kemanusiaan kian terdesak ke pojok” memperhatikan kondisi yang membahayakan ini “Pemandu” umat manusia, para Master, para Adept merasa sangat prihatin.
Maka untuk mengimbangi suasana negatif ini mereka memberikan inspirasi kepada para pendiri perhimpunan agar membentuk satu wadah atau organisasi kerohanian dengan tujuan utamanya adalah inti persaudaraan.
Kemudian guna mengatasi problem-problem yang berupa konflik-konflik kebudayaan yang muncul akibat makin eratnya hubungan antara Timur dan Barat, tujuan kedua dicetuskan yaitu : mempelajari bidang-bidang persamaan antara agama-agama, filsafat dan ilmu pengetahuan.
Guna memberi dorongan kepada para penyelidik atau ilmuwan menyelidiki fenomena-fenomena tersembunyi /gaib di dalam alam dan dalam diri manusia maka di bentuk tujuan yang ketiga yaitu : Menyelidiki hukum-hukum alam yang masih belum dapat diterangkan dan kekuatan-kekuatan dalam diri manusia yang masih terpendam.
Maka Syahdan berdirilah Perhimpunan Theosofi dengan ketiga tujuan tersebut dengan beberapa perubahan hingga kini.
Saudaraku, itulah sedikit sejarah yang menjadikan para Pemandu umat manusia membentuk Perhimpunan melalui siswa-siswanya.
Kini kita mencoba mempelajari garis-garis besar ajaran Theosofi itu :
Ajaran Theosofi diturunkan agar manusia mengenal dirinya/hingga nantinya mengenal Tuhan-Nya, dan mengerti mengapa ia berada di muka bumi ini, di alam semesta raya ini.
Bagi Anda yang baru berkenalan, kiranya baik juga untuk dimengerti bahwa istilah kata “Theosofi/Teosofi” pada awalnya ditujukan untuk bangsa Barat/Eropa. Marilah kita mulai membahas dari segi etimologis. Etimologis adalah ilmu yang melacak asal-usul suatu kata, kemudian perkembangan selanjutnya dari kata tersebut. Dan akhirnya bagaimana kata itu digunakan sekarang, dengan konotasi tertentu yang melekat padanya
Kata “theosofi” berasal dari bahasa Yunani “Theos” dan “Sofia”. Theos = Tuhan dan Sofia = Hikmah =Kebijaknaan = Kearifan = Wisdom atau Wysheid. Jadi “theosofia” yang kemudian berubah menjadi “theosofi” – artinya menjadi Kebijaksanaan Tuhan / Illahi, God’s Wisdom atau Godelyk Wysheid. Bila dijabarkan lebih lanjut maka artinya segala ilmu, filsafat dan pelajaran tentang kebijaksanaan Illahiah. Dipandang dari aspek ini, kita dapat mengambil berbagai kesimpulan yang menarik;
1. Bila penafsirannya terlalu luas maka theosofi pada hakekatnya merupakan satu ilmu atau filsafat yang mencakup bidang yang sangat luas sekali. Sebab pada galibnya, semua pelajaran itu dapat saja disebut sebagai kebijaksanaan Illahi, bukan ? Bukanlah Beliau itu meliputi segalanya di alam semesta kita ini?
2. Tentu saja ini bukan berarti, bahwa theosofi itu ingin mendominir atau mencaplok ajaran-ajaran yang lain. Harus dibedakan antara theosofi dan “perhimpunan theosofi” ini berarti kita memilah antara theosofi suatu ajaran universal yang harus disebarluaskan dan perhimpunan yang bekerja dengan dibatasi oleh peraturan-peraturan organisasi yang berlaku.
3. Pengertian tentang keuniversalan filsafah itu sendiri sesungguhnya lebih ditujukan kepada warga theosofi itu sendiri; Ialah dengan maksud
a. Agar mereka berusaha lebih menghargai cara berpikir / pandangan saudara-saudara kita yang lain.
b. Agar dapat lebih menggugah rasa toleransi dan menghormati semua ajaran agama-agama dan spiritual yang ada di dunia ini.
c. Agar mampu melihat dan merasakan ada nya keindahan-keindahan yang terdapat dalam semua ajaran agama dan spiritual tersebut.
Sebab bukanlah semua itu datang dari-Nya dan nanti juga akan kembali pada-Nya?
Dengan pengertian yang luas dan mendalam itu diharapkan para warga akan lebih mudah menghayati tujuan pertama dari perhimpunan. Yakni “Mengadakan inti persaudaraan universal antara sesama manusia, tanpa membedakan bangsa, ras, sex, warna atau kasta.”
Motivasi atau dorongan apakah gerangan yang mengilhami para Pendiri Perhimpunan Theosofi untuk mencetuskan “inti persaudaraan” ini di tengah-tengah masyarakat dunia?
Marilah kita mencoba merasakan suasana ketika dunia Barat pada periode zaman renaissance, yakni dekade-dekade terakhir dari abad IXX. Raksasa kembar yang dinamakan “teknologi” dan “ilmu pengetahuan” baru sedang berkembang melebarkan sayapnya ke seluruh penjuru dunia. Negara-negara barat sedang berada dalam puncak kejayaannya, dengan keadaan itu sifat rakus yang berkedok kolonialisasi berjalan di mana-mana di India, Indonesia, Afrika dan Amerika Selatan jatuh di tangan mereka. Dengan sukses-sukses lahiriah itu, maka para ilmuwanlah yang dianggap berjasa dan memungkinkan tercapainya itu. Kemudian merasa yakin bahwa hanya dengan bantuan raksasa kembar itu semua masalah dapat diselesaikan atau diatasi, termasuk kebahagiaan manusia (nyatanya kemudian terjadi perang dunia kesatu dan kedua). Di dalam suasana materialis yang sedemikian itulah tentu saja “Tuhan, persaudaraan, rasa kemanusiaan kian terdesak ke pojok” memperhatikan kondisi yang membahayakan ini “Pemandu” umat manusia, para Master, para Adept merasa sangat prihatin.
Maka untuk mengimbangi suasana negatif ini mereka memberikan inspirasi kepada para pendiri perhimpunan agar membentuk satu wadah atau organisasi kerohanian dengan tujuan utamanya adalah inti persaudaraan.
Kemudian guna mengatasi problem-problem yang berupa konflik-konflik kebudayaan yang muncul akibat makin eratnya hubungan antara Timur dan Barat, tujuan kedua dicetuskan yaitu : mempelajari bidang-bidang persamaan antara agama-agama, filsafat dan ilmu pengetahuan.
Guna memberi dorongan kepada para penyelidik atau ilmuwan menyelidiki fenomena-fenomena tersembunyi /gaib di dalam alam dan dalam diri manusia maka di bentuk tujuan yang ketiga yaitu : Menyelidiki hukum-hukum alam yang masih belum dapat diterangkan dan kekuatan-kekuatan dalam diri manusia yang masih terpendam.
Maka Syahdan berdirilah Perhimpunan Theosofi dengan ketiga tujuan tersebut dengan beberapa perubahan hingga kini.
Saudaraku, itulah sedikit sejarah yang menjadikan para Pemandu umat manusia membentuk Perhimpunan melalui siswa-siswanya.
Kini kita mencoba mempelajari garis-garis besar ajaran Theosofi itu :
Ajaran Theosofi diturunkan agar manusia mengenal dirinya/hingga nantinya mengenal Tuhan-Nya, dan mengerti mengapa ia berada di muka bumi ini, di alam semesta raya ini.
Alam Semesta Adakah Ia Satu Ciptaan Atau Satu Percikan Illahiah
Aktifitas mencipta dan Tuhan mengatasi waktu
Aktivitas mencipta tidak dapat tidak harus didahului aktifitas berpikir. Sedangkan aktifitas berpikir memerlukan waktu. Jadi aktivitas berpikir memerlukan waktu atau tidak mengatasi waktu. TUHAN MENGATASI WAKTU. Dengan itu Tuhan mengatasi aktivitas mencipta, sehingga manusia LEBIH dari pada suatu CIPTAAN.
Note : dalam masalah penciptaan ada dua penafsiran yang berbeda Ada kelompok yang menafsirkan sebagai sesuatu hal/benda yang dahulunya tidak ada lalu muncul secara tiba-tiba menjadi ada. Penciptaan Adam konon demikian, seperti sulap sim salabim ….. Ada juga penafsiran yang masuk akal, bahwa sebelum terjadi sesuatu telah ada zat/atau sesuatu yang mendahuluinya dan melalui proses yang panjang barulah terbentuk sesuatu. Yaitu proses ada dan menjadi. (Sein und Warden) menurut hukum Siklus yang berlaku di alam semesta ini Seperti terjadinya bumi kita ini adalah melalui proses yang panjang dari sejenis kabut kemudian berproses …….. “ Seperti Adam juga dahulunya adalah makhluk yang lebih sederhana dan seterusnya.
Percikan Tuhan dan Tuhan Yang Mengatasi Ruang
Tuhan mengatasi ruang berarti ada dimana-mana. Apakah ada dalam iri manusia dan apapun yang ada di alam semesta raya, dimana-mana terkandung nilai-nilai ke-Illahian atau Ke-Tuhanan.
Melalui pengertian dua hal penting itulah kita akan menjadi memahami dengan cerdas bahwasanya semua makhluk apakah tumbuh-tumbuhan, hewan, bintang di langit ataupun galaksi-galaksinya merupakan percikan/pletikan-Nya juga. Dengan itu pletikan-pletikan-Nya juga bersifat Illahiah.
Evolusi Percikan Illahi Dalam Sekolah Kehidupan
Setiap pletik Illahiah berpotensi ke-Tuhanan dan para makhluk diturunkan ke bumi dimaksudkan agar setiap percikan/para makhluk-makhluk itu tumbuh berkembang/berevolusi, hingga menyadari kebersamaannya dan kebersatuannya dengan makhluk-makhluk Tuhan lainnya.
Ini adalah dasar dari PERSAUDARAAN SEALAM SEMESTA (Universal) di dalam mana terkandung satu pengertian yang aktif…bahwa Aku adalah Engkau dan Engkau adalah Aku ; Aku dan Engkau adalah Satu adanya, tetapi Aku adalah Aku dan Engkau ada tetap Engkau. Dalam senyawa air (H2O), Oxygen dan Hidrogen adalah satu adanya, tetapi Oxygen tetap Oxygen dan Hydrogen tetap Hydrogen
Sekolah Kehidupan (The school of Life)
Biji sesuatu pohon perlu ditanam agar potensi yang terkandung di dalam bijinya termanifestasikan/tumbuh berkembang menjadi pohon yang indah dan megah.
Analogi yang lain : manusia perlu bersekolah dalam sekolah Sains (School of Science) agar potensi kecerdasannya dapat termanifestasikan dalam karya-karya ilmiah.
(Seseorang yang ber-IQ tinggi pun, jika tidak mempelajari bidang teknik listrik dia tak mampu membuat transformator)
Demikian pula halnya dengan manusia. Agar potensi Illahiahnya berkembang, perlu juga dia bersekolah di dalam sekolah Kehidupan di alam semesta ini. Sekolah Kehidupan ini terdiri dari tak terhingga-fakultas, misalnya: Jurusan Keruhanian, Pernikahan, Persaudaraan, Perbintangan dan sebagainya.
Keberadaan Agama-Agama dalam Sekolah Kehidupan
Karena manusia mempunyai kemerdekaan penuh dalam menghidupi kehidupannya, maka kemajuan manusia pun beraneka ragam. Dengan itu tak terhindarkan pula timbulnya keanekaragaman kepribadian manusia. Kepribadian yang beraneka ragam ini memerlukan pula metode atau cara dalam mempelajari masalah kerohanian misalnya.Karena itu pula memerlukan bermacam agama untuk manusia yang beraneka ragam kepribadiannya itu. Namun dalam hal ini agama dapat dianalogikan sebagai warna pelangi dari spektrum / pelangi.
Berkas cahaya putih yang dibiaskan melalui satu prisma akan terurai menjadi berbagai warna cahaya dalam satu spektrum warna pada layar putih. Cahaya putih dianalogikan sebagai Kesunyataan/Truth yang sumbernya adalah sang Illahiah. Sedangkan warna-warna yang terjadi sebagai hasil pembiasan cahaya putih oleh prisma itu adalah sebagai agama-agama yang ada di dunia.
Maka intisari dari semua agama-agama adalah satu dan sama yaitu cahaya putih (Kebenaran mutlak/Kesejatian). Karena itu Theosofi menghendaki agar setiap orang menjalankan ajaran agamanya masing-masing dengan bersungguh-sungguh, dengan penuh semangat hingga inti ajaran agamanya dapat ditemukan, dimengerti dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-harinya.
Keaktifan manusia di dalam belajar dan juga dalam urutan manusia mengambil mata pelajaran di Sekolah Kehidupan adalah penyebab terjadinya bangsa-bangsa di muka bumi. Ini dapat dianalogikan dengan adanya kelas-kelas dan jenis-jenis sekolah dalam sekolah Sains.Setiap manusia bersekolah dalam sekolah kehidupan dengan mata pelajaran yang tepat baginya sesuai dengan tingkatan jiwa masing-masing.
Dengan menyadari hal-hal tersebut, kita melihat dengan jelas dan cerdas bahwa persaudaraan universal mengatasi perbedaan agama dan bangsa. Semuanya adalah saudara-saudara kita, yaitu kita semua adalah percikan dari Sang Illahiah yang sedang bersekolah dalam Sekolah Kehidupan (manusia bersekolah di Sekolahan Kerajaan Manusia) untuk dapat membabarkan potensi-potensi Illahi yang terdapat dalam dirinya masing-masing, yang masih laten belum berkembang.
Pada satu tahapan evolusi yaitu setelah berjuta-juta tahun kita belajar dalam sekolah kehidupan, kita dengan cerdas dan peka mampu merasakan getaran dan radiasi yang tinggi yang beraktifitas dalam setiap bentuk kehidupan yang ada, baik terlihat maupun tidak, dalam setetes embun, silirnya angin malam, indahnya bulan purnama, lembutnya sinar matahari pagi dan seterusnya.
Sedangkan dalam tahapan yang lebih rendah adalah pada hewan, tumbuhan, mineral yang juga sedang sama-sama belajar dalam sekolah kehidupan. Dan mereka adalah saudara-saudara muda kita.
Persaudaraan semesta tidak hanya terbatas pada antar hubungan terhadap hewan, tumbuh-tumbuhan, dan mineral saja tetapi juga merangkum pada apa yang ada, baik yang kelihatan ataupun yang tidak terlihat.
Di suatu saat kelak kita dengan cerdas dan jernih menyadari, bahwa apapun yang ada sesungguhnya satu ada-Nya. Saling meradiasi satu dengan yang lain, kita adalah mereka, mereka adalah kita juga, satu adanya.
Untuk itu marilah mulai detik ini menyadari dan terus belajar dalam sekolah kehidupan ini dengan penuh kesungguhan, tekun, bijak dan penuh suka-cita.
Radiasi
Kita mempunyai otak fisik yang memerlukan mata, telinga, jari-jari, tangan sebagai instrumennya. Kemudian apapun yang dikerjakan dan dialami instrumen-instrumen itu direkam oleh sang otak dan menambah pengetahuan baginya / sang otak agar lebih mengerti.
Kita perlu mengerti pula dengan cerdas dan peka bahwa fisik kita, perasaan kita serta pikiran kita adalah merupakan badan-badan yang menjadi instrumen Ruh kita.
Maka apapun yang dikerjakan dialami oleh badan fisik badan perasaan dan badan pikiran, direkam oleh sang Jiwa dan menjadikan bertambahnya pengetahuan baginya.
Meskipun demikian ada hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dialami oleh instrumen-instrumen tadi agar sang jiwa dengan otaknya agar mampu mendapatkan perkembangan yang lebih cepat dan bermutu. Dalam hal ini perlu diperhatikan lagi dengan penuh perhatian bahwa : kita hidup dalam kebersatuan/penunggalan dengan apapun yang ada. Maka semakin cepat kita berkembang maju semakin cepat pula kita lebih bermanfaat bagi yang lain; sebaliknya bila kita lambat dalam perkembangan untuk memperoleh kemajuan, kita pun akan menjadi menambah beban bagi yang lain (inilah satu dosa bagi orang beragama yang tidak mau belajar mengasah/menggunakan akal/otaknya)
Adalah badan pikiran manusia terdiri dari partikel-partikel yang lebih halus dari pada badan perasaan, sehingga daya geraknya lebih hebat juga. Apapun yang kita rasakan dan/atau kita pikirkan akan mendatangkan satu aktivitas gerak dan warna pada badan-badan itu; badan perasaan dan pikiran dapat secepat kilat melayang ke daerah sekitar kita dan meradiasi terhadapnya dan kepada sendiri. Sedangkan yang sangat penting bisa diarahkan kepada obyek tertentu yang kita tuju. Umpamanya sesama manusia, hewan, air, batu, tumbuhan dan sebagainya.
Peningkatan Kesadaran
Diri kita baru akan memancarkan getaran persaudaraan bilamana perasaan dan pikiran kita telah mampu meradiasikan hal-hal yang mempercepat evolusi/perkembangan/kemajuan manusia, hewan, tumbuhan dan apa-apa yang ada di sekitar kita.
Maka perlu diperhatikan adanya hal-hal yang menunjangnya itu adalah : Badan fisik kita haruslah benar-benar tidak bau, bersih terutama di ujung jari (ini perlunya seorang muslim berwudhu bila akan shalat) karena apa? karena energi akan keluar dari badan melalui ujung jari-jari (inilah mengapa semua pengobatan melalui tangan, melalui jari-jari). Maka syarat kebersihan badan ini mutlak berlakunya. Perasaan dan pikiran kita aktifkan untuk meradiasikan hal-hal yang Illahiah … murni … berbakti … penuh kepekaan dengan kemauan yang kuat membangkitkan gerak energi Illahiah.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut maka yang hal yang utama adalah : Meningkatkan kesadaran kita lebih dulu dengan pertanyaan introspeksi sebagai berikut :
- Adakah perasaan kita selalu murni, lembut, penuh kasih, ceria, dalam kondisi apapun
- Adalah pikiran kita selalu tajam serta mampu membangkitkan serta meradiasikan potensi-potensi illahiah dalam setiap bentuk kehidupan?
Tahap berikutnya adalah
- Adakah badan perasaan dan pikiran kita telah berdayakan sedemikian rupa sehingga mampu menjadi saluran energi Ilahiah bagi makhluk saudara-saudara kita yang lain di sekitar kita?
Maka perlu pula direnungkan bahwa inti sari dari kewajiban seorang siswa adalah menjadi Agent of God (Khalifah fil Ardi) dan setiap perkembangan jiwanya adalah hanya bagi / kebaktian bagi yang lain.@
Aktifitas mencipta dan Tuhan mengatasi waktu
Aktivitas mencipta tidak dapat tidak harus didahului aktifitas berpikir. Sedangkan aktifitas berpikir memerlukan waktu. Jadi aktivitas berpikir memerlukan waktu atau tidak mengatasi waktu. TUHAN MENGATASI WAKTU. Dengan itu Tuhan mengatasi aktivitas mencipta, sehingga manusia LEBIH dari pada suatu CIPTAAN.
Note : dalam masalah penciptaan ada dua penafsiran yang berbeda Ada kelompok yang menafsirkan sebagai sesuatu hal/benda yang dahulunya tidak ada lalu muncul secara tiba-tiba menjadi ada. Penciptaan Adam konon demikian, seperti sulap sim salabim ….. Ada juga penafsiran yang masuk akal, bahwa sebelum terjadi sesuatu telah ada zat/atau sesuatu yang mendahuluinya dan melalui proses yang panjang barulah terbentuk sesuatu. Yaitu proses ada dan menjadi. (Sein und Warden) menurut hukum Siklus yang berlaku di alam semesta ini Seperti terjadinya bumi kita ini adalah melalui proses yang panjang dari sejenis kabut kemudian berproses …….. “ Seperti Adam juga dahulunya adalah makhluk yang lebih sederhana dan seterusnya.
Percikan Tuhan dan Tuhan Yang Mengatasi Ruang
Tuhan mengatasi ruang berarti ada dimana-mana. Apakah ada dalam iri manusia dan apapun yang ada di alam semesta raya, dimana-mana terkandung nilai-nilai ke-Illahian atau Ke-Tuhanan.
Melalui pengertian dua hal penting itulah kita akan menjadi memahami dengan cerdas bahwasanya semua makhluk apakah tumbuh-tumbuhan, hewan, bintang di langit ataupun galaksi-galaksinya merupakan percikan/pletikan-Nya juga. Dengan itu pletikan-pletikan-Nya juga bersifat Illahiah.
Evolusi Percikan Illahi Dalam Sekolah Kehidupan
Setiap pletik Illahiah berpotensi ke-Tuhanan dan para makhluk diturunkan ke bumi dimaksudkan agar setiap percikan/para makhluk-makhluk itu tumbuh berkembang/berevolusi, hingga menyadari kebersamaannya dan kebersatuannya dengan makhluk-makhluk Tuhan lainnya.
Ini adalah dasar dari PERSAUDARAAN SEALAM SEMESTA (Universal) di dalam mana terkandung satu pengertian yang aktif…bahwa Aku adalah Engkau dan Engkau adalah Aku ; Aku dan Engkau adalah Satu adanya, tetapi Aku adalah Aku dan Engkau ada tetap Engkau. Dalam senyawa air (H2O), Oxygen dan Hidrogen adalah satu adanya, tetapi Oxygen tetap Oxygen dan Hydrogen tetap Hydrogen
Sekolah Kehidupan (The school of Life)
Biji sesuatu pohon perlu ditanam agar potensi yang terkandung di dalam bijinya termanifestasikan/tumbuh berkembang menjadi pohon yang indah dan megah.
Analogi yang lain : manusia perlu bersekolah dalam sekolah Sains (School of Science) agar potensi kecerdasannya dapat termanifestasikan dalam karya-karya ilmiah.
(Seseorang yang ber-IQ tinggi pun, jika tidak mempelajari bidang teknik listrik dia tak mampu membuat transformator)
Demikian pula halnya dengan manusia. Agar potensi Illahiahnya berkembang, perlu juga dia bersekolah di dalam sekolah Kehidupan di alam semesta ini. Sekolah Kehidupan ini terdiri dari tak terhingga-fakultas, misalnya: Jurusan Keruhanian, Pernikahan, Persaudaraan, Perbintangan dan sebagainya.
Keberadaan Agama-Agama dalam Sekolah Kehidupan
Karena manusia mempunyai kemerdekaan penuh dalam menghidupi kehidupannya, maka kemajuan manusia pun beraneka ragam. Dengan itu tak terhindarkan pula timbulnya keanekaragaman kepribadian manusia. Kepribadian yang beraneka ragam ini memerlukan pula metode atau cara dalam mempelajari masalah kerohanian misalnya.Karena itu pula memerlukan bermacam agama untuk manusia yang beraneka ragam kepribadiannya itu. Namun dalam hal ini agama dapat dianalogikan sebagai warna pelangi dari spektrum / pelangi.
Berkas cahaya putih yang dibiaskan melalui satu prisma akan terurai menjadi berbagai warna cahaya dalam satu spektrum warna pada layar putih. Cahaya putih dianalogikan sebagai Kesunyataan/Truth yang sumbernya adalah sang Illahiah. Sedangkan warna-warna yang terjadi sebagai hasil pembiasan cahaya putih oleh prisma itu adalah sebagai agama-agama yang ada di dunia.
Maka intisari dari semua agama-agama adalah satu dan sama yaitu cahaya putih (Kebenaran mutlak/Kesejatian). Karena itu Theosofi menghendaki agar setiap orang menjalankan ajaran agamanya masing-masing dengan bersungguh-sungguh, dengan penuh semangat hingga inti ajaran agamanya dapat ditemukan, dimengerti dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-harinya.
Keaktifan manusia di dalam belajar dan juga dalam urutan manusia mengambil mata pelajaran di Sekolah Kehidupan adalah penyebab terjadinya bangsa-bangsa di muka bumi. Ini dapat dianalogikan dengan adanya kelas-kelas dan jenis-jenis sekolah dalam sekolah Sains.Setiap manusia bersekolah dalam sekolah kehidupan dengan mata pelajaran yang tepat baginya sesuai dengan tingkatan jiwa masing-masing.
Dengan menyadari hal-hal tersebut, kita melihat dengan jelas dan cerdas bahwa persaudaraan universal mengatasi perbedaan agama dan bangsa. Semuanya adalah saudara-saudara kita, yaitu kita semua adalah percikan dari Sang Illahiah yang sedang bersekolah dalam Sekolah Kehidupan (manusia bersekolah di Sekolahan Kerajaan Manusia) untuk dapat membabarkan potensi-potensi Illahi yang terdapat dalam dirinya masing-masing, yang masih laten belum berkembang.
Pada satu tahapan evolusi yaitu setelah berjuta-juta tahun kita belajar dalam sekolah kehidupan, kita dengan cerdas dan peka mampu merasakan getaran dan radiasi yang tinggi yang beraktifitas dalam setiap bentuk kehidupan yang ada, baik terlihat maupun tidak, dalam setetes embun, silirnya angin malam, indahnya bulan purnama, lembutnya sinar matahari pagi dan seterusnya.
Sedangkan dalam tahapan yang lebih rendah adalah pada hewan, tumbuhan, mineral yang juga sedang sama-sama belajar dalam sekolah kehidupan. Dan mereka adalah saudara-saudara muda kita.
Persaudaraan semesta tidak hanya terbatas pada antar hubungan terhadap hewan, tumbuh-tumbuhan, dan mineral saja tetapi juga merangkum pada apa yang ada, baik yang kelihatan ataupun yang tidak terlihat.
Di suatu saat kelak kita dengan cerdas dan jernih menyadari, bahwa apapun yang ada sesungguhnya satu ada-Nya. Saling meradiasi satu dengan yang lain, kita adalah mereka, mereka adalah kita juga, satu adanya.
Untuk itu marilah mulai detik ini menyadari dan terus belajar dalam sekolah kehidupan ini dengan penuh kesungguhan, tekun, bijak dan penuh suka-cita.
Radiasi
Kita mempunyai otak fisik yang memerlukan mata, telinga, jari-jari, tangan sebagai instrumennya. Kemudian apapun yang dikerjakan dan dialami instrumen-instrumen itu direkam oleh sang otak dan menambah pengetahuan baginya / sang otak agar lebih mengerti.
Kita perlu mengerti pula dengan cerdas dan peka bahwa fisik kita, perasaan kita serta pikiran kita adalah merupakan badan-badan yang menjadi instrumen Ruh kita.
Maka apapun yang dikerjakan dialami oleh badan fisik badan perasaan dan badan pikiran, direkam oleh sang Jiwa dan menjadikan bertambahnya pengetahuan baginya.
Meskipun demikian ada hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dialami oleh instrumen-instrumen tadi agar sang jiwa dengan otaknya agar mampu mendapatkan perkembangan yang lebih cepat dan bermutu. Dalam hal ini perlu diperhatikan lagi dengan penuh perhatian bahwa : kita hidup dalam kebersatuan/penunggalan dengan apapun yang ada. Maka semakin cepat kita berkembang maju semakin cepat pula kita lebih bermanfaat bagi yang lain; sebaliknya bila kita lambat dalam perkembangan untuk memperoleh kemajuan, kita pun akan menjadi menambah beban bagi yang lain (inilah satu dosa bagi orang beragama yang tidak mau belajar mengasah/menggunakan akal/otaknya)
Adalah badan pikiran manusia terdiri dari partikel-partikel yang lebih halus dari pada badan perasaan, sehingga daya geraknya lebih hebat juga. Apapun yang kita rasakan dan/atau kita pikirkan akan mendatangkan satu aktivitas gerak dan warna pada badan-badan itu; badan perasaan dan pikiran dapat secepat kilat melayang ke daerah sekitar kita dan meradiasi terhadapnya dan kepada sendiri. Sedangkan yang sangat penting bisa diarahkan kepada obyek tertentu yang kita tuju. Umpamanya sesama manusia, hewan, air, batu, tumbuhan dan sebagainya.
Peningkatan Kesadaran
Diri kita baru akan memancarkan getaran persaudaraan bilamana perasaan dan pikiran kita telah mampu meradiasikan hal-hal yang mempercepat evolusi/perkembangan/kemajuan manusia, hewan, tumbuhan dan apa-apa yang ada di sekitar kita.
Maka perlu diperhatikan adanya hal-hal yang menunjangnya itu adalah : Badan fisik kita haruslah benar-benar tidak bau, bersih terutama di ujung jari (ini perlunya seorang muslim berwudhu bila akan shalat) karena apa? karena energi akan keluar dari badan melalui ujung jari-jari (inilah mengapa semua pengobatan melalui tangan, melalui jari-jari). Maka syarat kebersihan badan ini mutlak berlakunya. Perasaan dan pikiran kita aktifkan untuk meradiasikan hal-hal yang Illahiah … murni … berbakti … penuh kepekaan dengan kemauan yang kuat membangkitkan gerak energi Illahiah.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut maka yang hal yang utama adalah : Meningkatkan kesadaran kita lebih dulu dengan pertanyaan introspeksi sebagai berikut :
- Adakah perasaan kita selalu murni, lembut, penuh kasih, ceria, dalam kondisi apapun
- Adalah pikiran kita selalu tajam serta mampu membangkitkan serta meradiasikan potensi-potensi illahiah dalam setiap bentuk kehidupan?
Tahap berikutnya adalah
- Adakah badan perasaan dan pikiran kita telah berdayakan sedemikian rupa sehingga mampu menjadi saluran energi Ilahiah bagi makhluk saudara-saudara kita yang lain di sekitar kita?
Maka perlu pula direnungkan bahwa inti sari dari kewajiban seorang siswa adalah menjadi Agent of God (Khalifah fil Ardi) dan setiap perkembangan jiwanya adalah hanya bagi / kebaktian bagi yang lain.@