Sudah sering kita dengar kalimat : "Jangan terlalu mementingkan diri sendiri" melalui ceramah-ceramah, dakwah, khotbah, diskusi, pertemuan-pertemuan. Juga sering kita baca pada literatur-literatur khusus maupun umum, bahkan ujar-ujar dari para guru suci maupun para guru mursid, para wali. Namun efek dari kesemuanya itu belum terwujud seperti yang kita harapkan. Bahkan ada kecenderungan seolah-olah kalimat tersebut belum pernah muncul pada media apapun.
Masalah ini akan menarik untuk dikaji terutama oleh para pembaca yang peduli pada masalah-masalah hidup. Untuk itu mari sama-sama kita coba membedahnya. Dengan fokus mengapa bisa terjadi begitu dan apakah ada solusinya? Lalu apa hubungannya dengan masalah emosi?
Mementingkan diri sendiri merupakan sifat bawaan pada semua yang hidup dan pada umumnya sesuatu yang hidup pasti punya naluri untuk mempertahankan dan mengembangkan hidupnya. Dalam usaha melindungi diri dan keturunannyalah mula-mula mempraktekkan mementingkan diri sendiri mulai muncul. Berusaha menimbun semua kebutuhan dirinya dan keluarganya, mengambil milik pihak lain dengan jalan kasar maupun halus, menggasak pesaing-pesaingnya, dan lain-lain perilaku yang merugikan pihak lain.
Keinginannya untuk menjadi yang paling superior sangat kuat. Ingin menjadi yang paling menonjol, mendapat bagian yang paling banyak, paling terhormat, kedudukan yang paling menjanjikan, sehingga orang-orang tipe ini tidak punya ketenangan hidup. Selalu resah gelisah, diliputi rasa khawatir kalau keinginannya yang sangat banyak tidak terlaksana, atau apa-apa yang telah bisa dicapai akan terlepas.
Tumpukan kekhawatiran tersebut bisa merupakan kipas yang memberi angin pada api dalam sekam sehingga api semakin besar dan membakar seluruh sekam. Sedangkan terlalu tinggi dalam menghargai dirinya yang sangat digemari insan-insan tipe ini merupakan bahan bakar lain yang mempercepat kobaran api emosi.
Kelompok ini biasanya cepat tersinggung, cepat merasa harga dirinya dilecehkan sehingga sarafnya jarang istirahat dari ketegangan. Dengan saraf-saraf yang selalu tegang maka fungsi-fungsi organ tubuh banyak yang tidak bisa berfungsi normal, mengakibatkan gangguan-gangguan pada kesehatan. Kebanyakan mengidap darah tinggi, paru-paru, kencing manis, strook.
Di kota-kota besar gangguan kesehatan semacam itu semakin lama semakin banyak. Hal ini disebabkan karena semakin ketatnya persaingan-persaingan gaya hidup materialistis yang overdosis, dengan selalu tampil glamor untuk menutupi kekurangan-kekurangannya agar setiap ngutang atau bon bisa dipercaya. Sikap yang bijak dalam menghadapi gaya hidup yang demikian adalah waspada, artinya bukan lalu merasa kalah penampilan sehingga berusaha untuk menyaingi atau mengalahkan. Sebab banyak terjadi keadaan rumah tangganya morat-marit tidak semewah penampilannya. Dengan demikian pikiran tetap tenang tidak memaksakan diri untuk cari jalan pintas agar bisa menang dalam pertarungan penampilan. Sebab jalan pintas paling dekat adalah tindak kejahatan, yang kualitasnya tergantung pada kesempatan, keberanian maupun kedudukan si pelaku. Artinya semakin luas kesempatan yang ada semakin nekad keberanian dan semakin tinggi kedudukan dan semakin cerdas pelakunya maka akan semakin besar penderitaan atau kerusakan yang diakibatkan.
Di antara kondisi-kondisi tersebut yang paling berpengaruh adalah kecerdasan. Dengan kecerdasan seseorang bisa menciptakan kesempatan, mendidik diri menjadi pemberani dan bisa mempengaruhi khalayak agar bisa menempati kedudukan yang diinginkan. Seseorang yang cerdas biasanya selalu menstudi situasi dan dari studinya menemukan gagasan-gagasan yang bisa diterima oleh masyarakat, karena masyarakat merasa diwakili kepentingannya, sehingga timbul rasa simpatinya, yang akhirnya mudah diarahkan kemana saja. Jadi bukan menggurui masyarakat. Dengan menggurui yang jelas terlalu bersifat subyektif, belum tentu sesuai dengan tingkat kemampuan maupun kemauan obyek. Sehingga sering terjadi para pendengar suatu ceramah ada yang ngantuk atau menguap, bukan kesalahan si pendengar.
Hanya sayangnya karena watak mementingkan diri sendiri ini masih bercokol maka akan tumbuh bersama jenjang karir yang dicapainya, sehingga sesampai di puncak juga dibarengi dengan peningkatan wataknya yang mementingkan diri. Menjadikannya lupa akan tugas-tugas yang diembannya. Bahkan menyalahgunakan kewenangan-kewenangannya.
Kalau kekhawatiran-kekhawatiran dari mereka yang terlalu mementingkan diri sendiri memuncak bukan saja melakukan kejahatan-kejahatan, tetapi bisa melakukan kekejaman-kekejaman bahkan pembantaian-pembantaian maupun pemusnahan terhadap kelompok, golongan suku etnis komunitas yang dianggap akan menyaingi atau merongrong keberadaannya bersama sekongkolnya.
Dengan melakukan tindakan-tindakan demikian mereka merasa akan dipandang sebagai orang kuat yang mampu bertindak tegas. Yang sesungguhnya memperlihatkan kelemahannya karena tidak bisa mengekang emosinya, dan tidak bisa menangani suatu masalah secara bijaksana. Dan tidak mau berpikir bahwa semua tindakan akan menimbulkan akibat. Dimana pihak anak istri, saudara-saudara, sahabat karib dari para korban bukan saja menyesali tindakan-tindakan si pelaku yang membikin anak istri mungkin juga orang tua para korban menjadi telantar terlunta-lunta karena para korban merupakan tulang punggung dari keluarganya.
Penyesalan-penyesalan yang ada bisa berubah menjadi dendam kesumat dan menjadi kenangan pahit sepanjang hayat. Yang getaran-getarannya akan menyasar pada si pelaku, keluarga maupun para sekongkolnya dan selebihnya akan memenuhi atmosfer bumi. Semakin banyak jumlah korban semakin padat getaran yang tidak bersahabat menyebabkan kemelut yang berkepanjangan di atas bumi ini. Kecuali pada wilayah ataupun negeri yang bisa memanfaatkan rasa kasih adil dan bijaksana dalam setiap menyelesaikan masalah, tidak hanya mengandalkan dorongan emosi.
Wilayah ataupun negeri yang bisa melandasi aktivitas para punggawanya dengan keadilan tidak akan mendapat masalah dan juga tidak akan membuat masalah. Sebab ketidakadilan menimbulkan kekecewaan atau penyesalan yang akan meningkat menjadi dendam. Meskipun hanya disimpan getarannya tetap akan melesat ke segala penjuru menyatu dengan getaran kasar lainnya yang kalau kepadatannya telah memenuhi syarat bisa menarik keadaan-keadaan yang tidak nyaman.
Kalau getaran-getaran kasar dan tidak bersahabat sudah hampir memadati atmosfer bumi akibat ketidakadilan, kejahatan maupun kekejaman yang terus berlanjut maka kemusnahan kehidupan di permukaan bumi ini hanya tinggal masalah waktu saja.
Yang tinggal hanya mereka yang sudah mampu dan mau untuk melepaskan sisa-sisa sifat hewaniahnya, sehingga yang masih ada hanya sifat manusiawi seutuhnya dan akan menjadi saluran berkah oleh Sang Maha Pencipta untuk manusia generasi baru yang betul-betul mewakili sifat-sifat kemanusiannya.
Mementingkan diri sendiri merupakan sifat bawaan pada semua yang hidup dan pada umumnya sesuatu yang hidup pasti punya naluri untuk mempertahankan dan mengembangkan hidupnya. Dalam usaha melindungi diri dan keturunannyalah mula-mula mempraktekkan mementingkan diri sendiri mulai muncul. Berusaha menimbun semua kebutuhan dirinya dan keluarganya, mengambil milik pihak lain dengan jalan kasar maupun halus, menggasak pesaing-pesaingnya, dan lain-lain perilaku yang merugikan pihak lain.
Keinginannya untuk menjadi yang paling superior sangat kuat. Ingin menjadi yang paling menonjol, mendapat bagian yang paling banyak, paling terhormat, kedudukan yang paling menjanjikan, sehingga orang-orang tipe ini tidak punya ketenangan hidup. Selalu resah gelisah, diliputi rasa khawatir kalau keinginannya yang sangat banyak tidak terlaksana, atau apa-apa yang telah bisa dicapai akan terlepas.
Tumpukan kekhawatiran tersebut bisa merupakan kipas yang memberi angin pada api dalam sekam sehingga api semakin besar dan membakar seluruh sekam. Sedangkan terlalu tinggi dalam menghargai dirinya yang sangat digemari insan-insan tipe ini merupakan bahan bakar lain yang mempercepat kobaran api emosi.
Kelompok ini biasanya cepat tersinggung, cepat merasa harga dirinya dilecehkan sehingga sarafnya jarang istirahat dari ketegangan. Dengan saraf-saraf yang selalu tegang maka fungsi-fungsi organ tubuh banyak yang tidak bisa berfungsi normal, mengakibatkan gangguan-gangguan pada kesehatan. Kebanyakan mengidap darah tinggi, paru-paru, kencing manis, strook.
Di kota-kota besar gangguan kesehatan semacam itu semakin lama semakin banyak. Hal ini disebabkan karena semakin ketatnya persaingan-persaingan gaya hidup materialistis yang overdosis, dengan selalu tampil glamor untuk menutupi kekurangan-kekurangannya agar setiap ngutang atau bon bisa dipercaya. Sikap yang bijak dalam menghadapi gaya hidup yang demikian adalah waspada, artinya bukan lalu merasa kalah penampilan sehingga berusaha untuk menyaingi atau mengalahkan. Sebab banyak terjadi keadaan rumah tangganya morat-marit tidak semewah penampilannya. Dengan demikian pikiran tetap tenang tidak memaksakan diri untuk cari jalan pintas agar bisa menang dalam pertarungan penampilan. Sebab jalan pintas paling dekat adalah tindak kejahatan, yang kualitasnya tergantung pada kesempatan, keberanian maupun kedudukan si pelaku. Artinya semakin luas kesempatan yang ada semakin nekad keberanian dan semakin tinggi kedudukan dan semakin cerdas pelakunya maka akan semakin besar penderitaan atau kerusakan yang diakibatkan.
Di antara kondisi-kondisi tersebut yang paling berpengaruh adalah kecerdasan. Dengan kecerdasan seseorang bisa menciptakan kesempatan, mendidik diri menjadi pemberani dan bisa mempengaruhi khalayak agar bisa menempati kedudukan yang diinginkan. Seseorang yang cerdas biasanya selalu menstudi situasi dan dari studinya menemukan gagasan-gagasan yang bisa diterima oleh masyarakat, karena masyarakat merasa diwakili kepentingannya, sehingga timbul rasa simpatinya, yang akhirnya mudah diarahkan kemana saja. Jadi bukan menggurui masyarakat. Dengan menggurui yang jelas terlalu bersifat subyektif, belum tentu sesuai dengan tingkat kemampuan maupun kemauan obyek. Sehingga sering terjadi para pendengar suatu ceramah ada yang ngantuk atau menguap, bukan kesalahan si pendengar.
Hanya sayangnya karena watak mementingkan diri sendiri ini masih bercokol maka akan tumbuh bersama jenjang karir yang dicapainya, sehingga sesampai di puncak juga dibarengi dengan peningkatan wataknya yang mementingkan diri. Menjadikannya lupa akan tugas-tugas yang diembannya. Bahkan menyalahgunakan kewenangan-kewenangannya.
Kalau kekhawatiran-kekhawatiran dari mereka yang terlalu mementingkan diri sendiri memuncak bukan saja melakukan kejahatan-kejahatan, tetapi bisa melakukan kekejaman-kekejaman bahkan pembantaian-pembantaian maupun pemusnahan terhadap kelompok, golongan suku etnis komunitas yang dianggap akan menyaingi atau merongrong keberadaannya bersama sekongkolnya.
Dengan melakukan tindakan-tindakan demikian mereka merasa akan dipandang sebagai orang kuat yang mampu bertindak tegas. Yang sesungguhnya memperlihatkan kelemahannya karena tidak bisa mengekang emosinya, dan tidak bisa menangani suatu masalah secara bijaksana. Dan tidak mau berpikir bahwa semua tindakan akan menimbulkan akibat. Dimana pihak anak istri, saudara-saudara, sahabat karib dari para korban bukan saja menyesali tindakan-tindakan si pelaku yang membikin anak istri mungkin juga orang tua para korban menjadi telantar terlunta-lunta karena para korban merupakan tulang punggung dari keluarganya.
Penyesalan-penyesalan yang ada bisa berubah menjadi dendam kesumat dan menjadi kenangan pahit sepanjang hayat. Yang getaran-getarannya akan menyasar pada si pelaku, keluarga maupun para sekongkolnya dan selebihnya akan memenuhi atmosfer bumi. Semakin banyak jumlah korban semakin padat getaran yang tidak bersahabat menyebabkan kemelut yang berkepanjangan di atas bumi ini. Kecuali pada wilayah ataupun negeri yang bisa memanfaatkan rasa kasih adil dan bijaksana dalam setiap menyelesaikan masalah, tidak hanya mengandalkan dorongan emosi.
Wilayah ataupun negeri yang bisa melandasi aktivitas para punggawanya dengan keadilan tidak akan mendapat masalah dan juga tidak akan membuat masalah. Sebab ketidakadilan menimbulkan kekecewaan atau penyesalan yang akan meningkat menjadi dendam. Meskipun hanya disimpan getarannya tetap akan melesat ke segala penjuru menyatu dengan getaran kasar lainnya yang kalau kepadatannya telah memenuhi syarat bisa menarik keadaan-keadaan yang tidak nyaman.
Kalau getaran-getaran kasar dan tidak bersahabat sudah hampir memadati atmosfer bumi akibat ketidakadilan, kejahatan maupun kekejaman yang terus berlanjut maka kemusnahan kehidupan di permukaan bumi ini hanya tinggal masalah waktu saja.
Yang tinggal hanya mereka yang sudah mampu dan mau untuk melepaskan sisa-sisa sifat hewaniahnya, sehingga yang masih ada hanya sifat manusiawi seutuhnya dan akan menjadi saluran berkah oleh Sang Maha Pencipta untuk manusia generasi baru yang betul-betul mewakili sifat-sifat kemanusiannya.
0 komentar:
Posting Komentar