Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai keadaan-keadaan yang menimbulkan pertanyaan-pertanyaan, dimana sebagian besar pertanyaan-pertanyaan yang ada berlalu begitu saja tanpa mengerti jawabannya, misalnya yang terjadi dalam suatu keluarga dengan beberapa orang anak. Yang penurut, sekolahnya pintar, tidak banyak tingkah, setelah dewasa kehidupannya biasa-biasa saja. Sebaliknya anak yang mbadung (nakal), sekolah sering bolos, sering nunggak SPP, kehidupannya setelah dewasa justru lebih membuat anak yang lain merasa iri. Hampir semua yang ditanganinya mendatangkan hasil. Semakin lama usahanya semakin berkembang sehingga bisa menangani beberapa macam usaha. Kalau dipikir secara logika keadaan seperti itu jelas tidak masuk
Lain masalah lagi para punggawa yang suka menyalahgunakan kewenangan dan dana yang ada kehidupannya bisa bergelimang uang dan berkecimpung dalam kemewahan. Tamu-tamunya penggede-penggede setempat dan banyak yang dari luar daerah. Mengakibatkan para tetangga merasa minder dan tidak ada yang berani usil atau macam-macam. Kedongkolan maupun kecurigaan para tetangga disimpannya secara rapi untuk menghindari risiko tinggi, sehingga lama kelamaan sikapnya menjadi masa bodoh. Demi keselamatan dirinya dan juga keluarganya.
Yang sering terlintas dalam pikirannya pertanyaan-pertanyaan mengapa keadaan bisa menjadi begitu terjungkir balik di mana sering terjadi siapa yang berbuat baik dan bertujuan baik justru mengalami keadaan yang menyedihkan. Dengan keadaan yang demikian bisa-bisa masyarakat terkena wabah penyakit masa bodoh.
Untuk bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu adanya persyaratan-persyaratan yang dipenuhi. Sebab hal itu menyangkut masalah-masalah di luar kesadaran fisik termasuk pengertian adanya hukum-hukum alam seperti yang telah disinggung pada bab yang lalu. Dalam hal ini menyangkut hukum alam seperti yang telah disinggung pada bab yang lalu. Dalam hal ini menyangkut hukum alam tentang adanya hukum ulangan hidup yang terdapat pada agama-agama besar maupun kepercayaan-kepercayaan, HPK, aliran-aliran, atau faham yang berlandaskan kepada pengertian adanya Sang Pencipta dan Pengatur terhadap alam semesta. Meskipun sering dengan cara yang tersamar misalnya dalam agama Kristiani dengan ungkapan: Hendaklah kamu berusaha menjadi sempurna seperti Bapamu yang ada di sorga sempurna adanya. Sempurna karena sudah tidak memiliki sifat-sifat yang tercela, seperti pelit, serakah, kejam, sombong, iri, dengki, takabur, gila hormat, ingin menang sendiri, benar sendiri, tidak tahu malu, tidak punya harga diri dan lain-lain ssifat tidak terpuji lainnya Seperti yang dimiliki manusia. Untuk menghilangkan salah satu sifat buruk tersebut tidak cukup hanya sekali hidup. Belum sifat-sifat yang lain, sehingga karena begitu tersamarnya dalam mengungkapkannya ditambah rasa khawatir pamor agamanya jadi agak buram karena ajaran tersebut ada pada agama terdahulu yaitu Buddha dan Hindu maka sebagian besar umatnya tidak memahami adanya hukum tersebut, kecuali pada penganut Gereja Katholik Bebas.
Demikian juga yang terjadi pada agama Islam. Hukum ulangan hidup yang tercantum dalam Surat Al-Baqarah ayat 28 yang berlafadz : Kaifa takfuruna billah wa kuntum amwatan fa ahyakum, tsuma yuhyikum tsuma yuhyikum tsuma ilaihi turja'un yang artinya wallahu a'lam bisawab : Mengapa kamu ingkar kepada Allah. Padahal dulunya kamu mati kemudian hidupkan-Nya, kemudian dimatikan-Nya lagi dan kepada-Nyalah engkau akan kembali.
Ayat tersebut sebagian besar difahami kelompok sufi. Para kadang penganut Kejawen juga memahami adanya hukum ulangan hidup dengan istilah hukum tumimbal lahir. Hanya saja untuk mengerem agar seseorang tidak melakukan kejahatan-kejahatan, besok kalau sudah meninggal dan dilahirkan kembali bisa sebagai hewan bahkan tumbuh-tumbuhan. Maklum para kadang belum memahami hukum evolusi, dimana hukum tersebut tidak menyatakan bahwa evolusi dari semua ujud tidak mengenal adanya penurunan kualitas terhadap tingkatan yang sudah dicapai oleh suatu ujud. Sebab pengalaman-pengalaman hidup berikutnya tidak akan muat diwadahi oleh ujud sebelumnya. Umpamanya pengalaman sesudah menjadi hewan tidak bisa diwadahi oleh tetumbuhan. Pengalaman sebagai manusia tidak akan muat diwadahi oleh hewan, apalagi oleh tetumbuhan. Istilah evolusi sendiri berarti pertumbuhan secara berangsur-angsur untuk menuju perbaikan atau kesempurnaan.
Tetapi terlepas dari pemahaman yang berbeda terhadap berlakunya hukum tersebut yang jelas bisa membuat seseorang berhati-hati sekali dalam menapaki hidup ini karena bagi insan-insan spiritual masa lalunya sebagai apa. Dari lumut-lumutan, rumput-rumputan, padi-padian, tetumbuhan monokotil menjadi dikotil, tumbuhan pemakan serangga, hewan sederhana, hewan cerdas sampai menjadi manusia.
Keberadaannya sudah tidak mau lagi merugikan, menyakiti apa lagi membantai terhadap makhluk-makhluk lain apalagi terhadap sesama manusia. Sebab sudah memahami betul bahwa kesemuanya sedang dibimbing untuk menuju kesempurnaan. Dengan menyakiti menyebabkan penderitaan atau merenggut nyawanya berarti mengganggu proses penyempurnaannya yang dilakukan justru penebaran rasa kasih yang bisa menimbulkan rasa damai dan bisa meningkatkan kesadaran dengan waktu yang relatif singkat. Rasa kasih yang dilancarkan melalui pikiran, perasaan, ucapan, maupun gerakan seperti belaian bisa mempercepat kesadaran pada sasarannya. Seperti hewan piaraan menjadi lebih cerdas dan bisa mempunyai rasa rindu pada yang mengasihinya. Seperti pada anjing piaraan kalau yang mengasihi tidak ada tingkahnya jadi tampak kebingungan. Bahkan ada yang tidak mau makan berhari-hari. Lebih banyak tiduran tetapi matanya kelap-kelip dengan sinar yang sayu, tanpa gairah atau semangat, mencerminkan kehampaan.
Pada waktu yang mengasihi pulang tingkahnya melebihi seseorang yang melepas kerinduan. Menggonggong dengan suara lembut disertai rintihan-rintihan serta cakaran-cakaran mesra, disertai sinar mata yang cemerlang. Dan akan mengikuti kemana saja majikannya pergi.
Demikian juga hewan piaraan lain seperti kuda, kucing dan lain-lain, bisa punya rasa rindu rasa aman damai kalau berdekatan dengan yang mengasihinya. Jadi pancaran rasa kasih terhadap hewan bisa meningkatkan kualitas perasaan para satwa. Apalagi terhadap sesama manusia, sehingga dalam masalah kekeluargaan bisa terjadi seorang anak lengket kepada ibunya, ayahnya atau saudara yang bukan sekandung. Bahkan ada yang lebih lengket terhadap oomnya atau pakdhe-nya ketimbang pada kedua orang tuanya, misalnya melakukan curhat meminta petunjuk untuk mengatasi masalah pribadinya termasuk masalah cinta monyet.
Bisa terjadi begitu karena kedua orang tuanya terlalu sibuk dengan bisnisnya atau terlalu sibuk dengan karirnya, sehingga jarang sekali menanggapi masalah-masalah yang menimpa putra-putrinya secara serius. Sikap hambar yang demikian bisa menyebabkan putra-putrinya mencari pelarian. Bila masalah demikian terus berlanjut maka pada masa dewasa dari anak-anak akan terjadi kecanggungan hubungan, mengakibatkan banyak masalah-masalah keluarga terbengkalai karena sulitnya untuk mengadakan musyawarah akibat komunikasi yang macet. Dan yang bisa melumerkannya adalah rasa kasih, yang keberadaannya bisa mekar bersinar dengan tidak terlalu mementingkan diri sendiri, bahkan perlu banyak berkorban, berupa waktu, energi, dana dan perasaan.
Untuk berkorban waktu, dana dan tenaga bisa dilakukan oleh hampir setiap orang. Tetapi tidak sembarang orang bisa berkorban perasaan. Selama seseorang masih dikuasai rasa keakuannya yang masih kuat. Tidak mau mengalah untuk mencairkan ketidakharmonisan. Atau untuk membuat keadaan lebih baik. Sudah terlanjur menghargai dirinya terlalu tinggi sehingga tidak mau menerima konsep dari luar dirinya, yang dianggap mendikte atau meremehkannya. Semboyannya yang dipegang kuat adalah : Saya kok dilawan. Suatu semboyan yang sangat gersang dari rasa kepedulian apalagi rasa kasih. Karena dalam mewujudkan rasa kasih perlu kesiapannya untuk berkorban apa saja dan kesiapannya untuk menerima cemoohan bahkan hinaan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan. Padahal keluar dari niat yang tulus bisa dikatakan cari mukalah sok dermawan, yang sebenarnya merupakan pencerminan kekuatiran dari si penceramah harga dirinya merosot karena nampak belangnya sebagai sosok yang tidak pernah mau berkorban apapun bagi mereka yang sangat membutuhkan.
Bagi insan-insan yang sudah bisa merasakan kepuasan atau kebahagiaan tersendiri setiap kali mempraktekkan rasa kasihnya karena dengan melakukan hal tersebut keberadaannya punya manfaat bagi sesama makhluk sehingga hidupnya punya makna dan yang tidak disadarinya telah menjadi saluran berkah, dengan demikian dirinya juga telah bisa mengembangkan salah satu sifat dari Yang Maha Pencipta.
Masih banyak lagi sifat-sifat yang harus dikembangkan, seperti kesabaran, keikhlasan, kebijaksanaan, dan lain-lain sifat-sifat yang tak tercela. Di samping berusaha membersihkan pikiran-pikiran buruk yang akan merugikan diri sendiri dan pada yang lain.
Merugikan diri sendiri karena pikiran-pikiran buruk akan menarik getaran-getaran buruk sehingga akan mengundang keadaan-keadaan buruk seperti penyakit, kecelakaan maupun musibah yang sering terjadi untuk mendidik manusia agar tidak selalu berbuat buruk karena bisa berakibat mendatangkan keadaan buruk bagi dirinya maupun lingkungannya. Sebab getarannya bisa membekas dalam waktu yang lama.
Cobaan atau ujian pada hampir setiap keadaan atau aktivitas tidak perlu disesali apalagi disumpahi. Sebaliknya bahkan untuk disyukuri karena hal tersebut menandakan bahwa dirinya sudah punya banyak kemajuan sehingga perlu pendidikan yang lebih intensif lagi. Agar semakin kuat menghadapi kesulitan dan lebih trampil dalam mengatasinya. Kondisi yang masih lemah dengan percobaan-percobaan yang berat akan menjadikan putus asa. Tetapi bagi yang sudah kuat akan menjadikannya semakin membaja. Inisiatif dan kreatifnya dalam setiap mengatasi ujian berupa kesulitan-kesulitan semakin bervariasi dan tepat sasaran sehingga tidak banyak energi yang terbuang sia-sia. Dan yang lebih menggembirakan banyak sekali datang petunjuk-petunjuk bagaimana mengatasi suatu masalah. Dan yang lebih aneh lagi setiap akan melakukan suatu aktivitas seolah-olah semua keperluannya sudah tersedia. Tinggal kejelian yang bersangkutan mau pilih mana yang cocok. Mungkin hal tersebut yang dimaksud dengan ungkapan bahwa mereka yang sudah berada pada jalan pintasan akan mendapatkan daya-daya yang luar biasa.
Dengan menyadari bahwa ujian-ujian ataupun cobaan-cobaan adalah merupakan cara-cara dalam mendidik makhlukNya agar menjadi kader-kader untuk membantu maha karya-Nya yang semakin lama semakin kompleks dengan jumlah yang semakin lama semakin bertambah maka diperlukan pembantu-pembantu yang berkualitas, yang perlu mendapat gemblengan-gemblengan untuk menjadi pembantu yang punya dedikasi tinggi dan militan, punya rasa kasih yang kuat, penyabar, trampil, semangat berkobar, luwes dalam membawakan prinsip dan watak-watak terpuji lainnya. Dengan ujian dan cobaan yang bermacam-macam maka mau tak mau harus berusaha untuk mengatasinya. Usaha tersebut akan memaksa untuk menggunakan potensi dirinya yang berasal dari Sang Maha Pencipta. Karena itu seseorang yang berulang-ulang melakukan suatu pekerjaan semakin lama menjadi semakin ahli.
Bagi yang memahami rumusan tersebut biasanya kehidupannya tidak terlalu menderita. Karena mengetahui kemampuannya yang menonjol di bidang apa tinggal memupuk saja agar bisa tumbuh subur. Setiap individu punya bakat masing-masing agar terjadi saling dukung dan saling melengkapi hidup ini. Yang perlu dikembangkan tentu saja potensi-potensi yang bermanfaat untuk diri sendiri dan bermanfaat bagi sesama hidup, bahkan sesama makhluk. Dengan demikian berarti telah ikut berpartisipasi terhadap lebih lancar proses evolusi.
Pemahaman terhadap tujuan dari adanya ujian-ujian maupun cobaan-cobaan yang kesemuanya untuk mengkualitaskan mutu hidup seseorang akan bisa membuat dirinya menyadari bahwa kesemuanya yang menimpa dirinya demi kebaikan dirinya pula. Karena penderitaan-penderitaan yang terjadi bisa juga merupakan pelunasan hutang-hutang perbuatan-perbuatan (karma) di masa lalu agar tidak mengganggu terhadap kemajuan-kemajuan berikutnya.
Beruntunglah para insan yang kesadarannya bisa mencapai tahap demikian sudah bisa menjinakkan ledakan-ledakan bom emosi yang tidak mengenal tempat, keadaan dan waktu bisa menciptakan ketegangan serta penghamburan energi. Karena semakin kuat ledakannya semakin besar energi yang dibutuhkan, sehingga tugas-tugas berikutnya tidak kebagian energi.
Lain masalah lagi para punggawa yang suka menyalahgunakan kewenangan dan dana yang ada kehidupannya bisa bergelimang uang dan berkecimpung dalam kemewahan. Tamu-tamunya penggede-penggede setempat dan banyak yang dari luar daerah. Mengakibatkan para tetangga merasa minder dan tidak ada yang berani usil atau macam-macam. Kedongkolan maupun kecurigaan para tetangga disimpannya secara rapi untuk menghindari risiko tinggi, sehingga lama kelamaan sikapnya menjadi masa bodoh. Demi keselamatan dirinya dan juga keluarganya.
Yang sering terlintas dalam pikirannya pertanyaan-pertanyaan mengapa keadaan bisa menjadi begitu terjungkir balik di mana sering terjadi siapa yang berbuat baik dan bertujuan baik justru mengalami keadaan yang menyedihkan. Dengan keadaan yang demikian bisa-bisa masyarakat terkena wabah penyakit masa bodoh.
Untuk bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu adanya persyaratan-persyaratan yang dipenuhi. Sebab hal itu menyangkut masalah-masalah di luar kesadaran fisik termasuk pengertian adanya hukum-hukum alam seperti yang telah disinggung pada bab yang lalu. Dalam hal ini menyangkut hukum alam seperti yang telah disinggung pada bab yang lalu. Dalam hal ini menyangkut hukum alam tentang adanya hukum ulangan hidup yang terdapat pada agama-agama besar maupun kepercayaan-kepercayaan, HPK, aliran-aliran, atau faham yang berlandaskan kepada pengertian adanya Sang Pencipta dan Pengatur terhadap alam semesta. Meskipun sering dengan cara yang tersamar misalnya dalam agama Kristiani dengan ungkapan: Hendaklah kamu berusaha menjadi sempurna seperti Bapamu yang ada di sorga sempurna adanya. Sempurna karena sudah tidak memiliki sifat-sifat yang tercela, seperti pelit, serakah, kejam, sombong, iri, dengki, takabur, gila hormat, ingin menang sendiri, benar sendiri, tidak tahu malu, tidak punya harga diri dan lain-lain ssifat tidak terpuji lainnya Seperti yang dimiliki manusia. Untuk menghilangkan salah satu sifat buruk tersebut tidak cukup hanya sekali hidup. Belum sifat-sifat yang lain, sehingga karena begitu tersamarnya dalam mengungkapkannya ditambah rasa khawatir pamor agamanya jadi agak buram karena ajaran tersebut ada pada agama terdahulu yaitu Buddha dan Hindu maka sebagian besar umatnya tidak memahami adanya hukum tersebut, kecuali pada penganut Gereja Katholik Bebas.
Demikian juga yang terjadi pada agama Islam. Hukum ulangan hidup yang tercantum dalam Surat Al-Baqarah ayat 28 yang berlafadz : Kaifa takfuruna billah wa kuntum amwatan fa ahyakum, tsuma yuhyikum tsuma yuhyikum tsuma ilaihi turja'un yang artinya wallahu a'lam bisawab : Mengapa kamu ingkar kepada Allah. Padahal dulunya kamu mati kemudian hidupkan-Nya, kemudian dimatikan-Nya lagi dan kepada-Nyalah engkau akan kembali.
Ayat tersebut sebagian besar difahami kelompok sufi. Para kadang penganut Kejawen juga memahami adanya hukum ulangan hidup dengan istilah hukum tumimbal lahir. Hanya saja untuk mengerem agar seseorang tidak melakukan kejahatan-kejahatan, besok kalau sudah meninggal dan dilahirkan kembali bisa sebagai hewan bahkan tumbuh-tumbuhan. Maklum para kadang belum memahami hukum evolusi, dimana hukum tersebut tidak menyatakan bahwa evolusi dari semua ujud tidak mengenal adanya penurunan kualitas terhadap tingkatan yang sudah dicapai oleh suatu ujud. Sebab pengalaman-pengalaman hidup berikutnya tidak akan muat diwadahi oleh ujud sebelumnya. Umpamanya pengalaman sesudah menjadi hewan tidak bisa diwadahi oleh tetumbuhan. Pengalaman sebagai manusia tidak akan muat diwadahi oleh hewan, apalagi oleh tetumbuhan. Istilah evolusi sendiri berarti pertumbuhan secara berangsur-angsur untuk menuju perbaikan atau kesempurnaan.
Tetapi terlepas dari pemahaman yang berbeda terhadap berlakunya hukum tersebut yang jelas bisa membuat seseorang berhati-hati sekali dalam menapaki hidup ini karena bagi insan-insan spiritual masa lalunya sebagai apa. Dari lumut-lumutan, rumput-rumputan, padi-padian, tetumbuhan monokotil menjadi dikotil, tumbuhan pemakan serangga, hewan sederhana, hewan cerdas sampai menjadi manusia.
Keberadaannya sudah tidak mau lagi merugikan, menyakiti apa lagi membantai terhadap makhluk-makhluk lain apalagi terhadap sesama manusia. Sebab sudah memahami betul bahwa kesemuanya sedang dibimbing untuk menuju kesempurnaan. Dengan menyakiti menyebabkan penderitaan atau merenggut nyawanya berarti mengganggu proses penyempurnaannya yang dilakukan justru penebaran rasa kasih yang bisa menimbulkan rasa damai dan bisa meningkatkan kesadaran dengan waktu yang relatif singkat. Rasa kasih yang dilancarkan melalui pikiran, perasaan, ucapan, maupun gerakan seperti belaian bisa mempercepat kesadaran pada sasarannya. Seperti hewan piaraan menjadi lebih cerdas dan bisa mempunyai rasa rindu pada yang mengasihinya. Seperti pada anjing piaraan kalau yang mengasihi tidak ada tingkahnya jadi tampak kebingungan. Bahkan ada yang tidak mau makan berhari-hari. Lebih banyak tiduran tetapi matanya kelap-kelip dengan sinar yang sayu, tanpa gairah atau semangat, mencerminkan kehampaan.
Pada waktu yang mengasihi pulang tingkahnya melebihi seseorang yang melepas kerinduan. Menggonggong dengan suara lembut disertai rintihan-rintihan serta cakaran-cakaran mesra, disertai sinar mata yang cemerlang. Dan akan mengikuti kemana saja majikannya pergi.
Demikian juga hewan piaraan lain seperti kuda, kucing dan lain-lain, bisa punya rasa rindu rasa aman damai kalau berdekatan dengan yang mengasihinya. Jadi pancaran rasa kasih terhadap hewan bisa meningkatkan kualitas perasaan para satwa. Apalagi terhadap sesama manusia, sehingga dalam masalah kekeluargaan bisa terjadi seorang anak lengket kepada ibunya, ayahnya atau saudara yang bukan sekandung. Bahkan ada yang lebih lengket terhadap oomnya atau pakdhe-nya ketimbang pada kedua orang tuanya, misalnya melakukan curhat meminta petunjuk untuk mengatasi masalah pribadinya termasuk masalah cinta monyet.
Bisa terjadi begitu karena kedua orang tuanya terlalu sibuk dengan bisnisnya atau terlalu sibuk dengan karirnya, sehingga jarang sekali menanggapi masalah-masalah yang menimpa putra-putrinya secara serius. Sikap hambar yang demikian bisa menyebabkan putra-putrinya mencari pelarian. Bila masalah demikian terus berlanjut maka pada masa dewasa dari anak-anak akan terjadi kecanggungan hubungan, mengakibatkan banyak masalah-masalah keluarga terbengkalai karena sulitnya untuk mengadakan musyawarah akibat komunikasi yang macet. Dan yang bisa melumerkannya adalah rasa kasih, yang keberadaannya bisa mekar bersinar dengan tidak terlalu mementingkan diri sendiri, bahkan perlu banyak berkorban, berupa waktu, energi, dana dan perasaan.
Untuk berkorban waktu, dana dan tenaga bisa dilakukan oleh hampir setiap orang. Tetapi tidak sembarang orang bisa berkorban perasaan. Selama seseorang masih dikuasai rasa keakuannya yang masih kuat. Tidak mau mengalah untuk mencairkan ketidakharmonisan. Atau untuk membuat keadaan lebih baik. Sudah terlanjur menghargai dirinya terlalu tinggi sehingga tidak mau menerima konsep dari luar dirinya, yang dianggap mendikte atau meremehkannya. Semboyannya yang dipegang kuat adalah : Saya kok dilawan. Suatu semboyan yang sangat gersang dari rasa kepedulian apalagi rasa kasih. Karena dalam mewujudkan rasa kasih perlu kesiapannya untuk berkorban apa saja dan kesiapannya untuk menerima cemoohan bahkan hinaan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan. Padahal keluar dari niat yang tulus bisa dikatakan cari mukalah sok dermawan, yang sebenarnya merupakan pencerminan kekuatiran dari si penceramah harga dirinya merosot karena nampak belangnya sebagai sosok yang tidak pernah mau berkorban apapun bagi mereka yang sangat membutuhkan.
Bagi insan-insan yang sudah bisa merasakan kepuasan atau kebahagiaan tersendiri setiap kali mempraktekkan rasa kasihnya karena dengan melakukan hal tersebut keberadaannya punya manfaat bagi sesama makhluk sehingga hidupnya punya makna dan yang tidak disadarinya telah menjadi saluran berkah, dengan demikian dirinya juga telah bisa mengembangkan salah satu sifat dari Yang Maha Pencipta.
Masih banyak lagi sifat-sifat yang harus dikembangkan, seperti kesabaran, keikhlasan, kebijaksanaan, dan lain-lain sifat-sifat yang tak tercela. Di samping berusaha membersihkan pikiran-pikiran buruk yang akan merugikan diri sendiri dan pada yang lain.
Merugikan diri sendiri karena pikiran-pikiran buruk akan menarik getaran-getaran buruk sehingga akan mengundang keadaan-keadaan buruk seperti penyakit, kecelakaan maupun musibah yang sering terjadi untuk mendidik manusia agar tidak selalu berbuat buruk karena bisa berakibat mendatangkan keadaan buruk bagi dirinya maupun lingkungannya. Sebab getarannya bisa membekas dalam waktu yang lama.
Cobaan atau ujian pada hampir setiap keadaan atau aktivitas tidak perlu disesali apalagi disumpahi. Sebaliknya bahkan untuk disyukuri karena hal tersebut menandakan bahwa dirinya sudah punya banyak kemajuan sehingga perlu pendidikan yang lebih intensif lagi. Agar semakin kuat menghadapi kesulitan dan lebih trampil dalam mengatasinya. Kondisi yang masih lemah dengan percobaan-percobaan yang berat akan menjadikan putus asa. Tetapi bagi yang sudah kuat akan menjadikannya semakin membaja. Inisiatif dan kreatifnya dalam setiap mengatasi ujian berupa kesulitan-kesulitan semakin bervariasi dan tepat sasaran sehingga tidak banyak energi yang terbuang sia-sia. Dan yang lebih menggembirakan banyak sekali datang petunjuk-petunjuk bagaimana mengatasi suatu masalah. Dan yang lebih aneh lagi setiap akan melakukan suatu aktivitas seolah-olah semua keperluannya sudah tersedia. Tinggal kejelian yang bersangkutan mau pilih mana yang cocok. Mungkin hal tersebut yang dimaksud dengan ungkapan bahwa mereka yang sudah berada pada jalan pintasan akan mendapatkan daya-daya yang luar biasa.
Dengan menyadari bahwa ujian-ujian ataupun cobaan-cobaan adalah merupakan cara-cara dalam mendidik makhlukNya agar menjadi kader-kader untuk membantu maha karya-Nya yang semakin lama semakin kompleks dengan jumlah yang semakin lama semakin bertambah maka diperlukan pembantu-pembantu yang berkualitas, yang perlu mendapat gemblengan-gemblengan untuk menjadi pembantu yang punya dedikasi tinggi dan militan, punya rasa kasih yang kuat, penyabar, trampil, semangat berkobar, luwes dalam membawakan prinsip dan watak-watak terpuji lainnya. Dengan ujian dan cobaan yang bermacam-macam maka mau tak mau harus berusaha untuk mengatasinya. Usaha tersebut akan memaksa untuk menggunakan potensi dirinya yang berasal dari Sang Maha Pencipta. Karena itu seseorang yang berulang-ulang melakukan suatu pekerjaan semakin lama menjadi semakin ahli.
Bagi yang memahami rumusan tersebut biasanya kehidupannya tidak terlalu menderita. Karena mengetahui kemampuannya yang menonjol di bidang apa tinggal memupuk saja agar bisa tumbuh subur. Setiap individu punya bakat masing-masing agar terjadi saling dukung dan saling melengkapi hidup ini. Yang perlu dikembangkan tentu saja potensi-potensi yang bermanfaat untuk diri sendiri dan bermanfaat bagi sesama hidup, bahkan sesama makhluk. Dengan demikian berarti telah ikut berpartisipasi terhadap lebih lancar proses evolusi.
Pemahaman terhadap tujuan dari adanya ujian-ujian maupun cobaan-cobaan yang kesemuanya untuk mengkualitaskan mutu hidup seseorang akan bisa membuat dirinya menyadari bahwa kesemuanya yang menimpa dirinya demi kebaikan dirinya pula. Karena penderitaan-penderitaan yang terjadi bisa juga merupakan pelunasan hutang-hutang perbuatan-perbuatan (karma) di masa lalu agar tidak mengganggu terhadap kemajuan-kemajuan berikutnya.
Beruntunglah para insan yang kesadarannya bisa mencapai tahap demikian sudah bisa menjinakkan ledakan-ledakan bom emosi yang tidak mengenal tempat, keadaan dan waktu bisa menciptakan ketegangan serta penghamburan energi. Karena semakin kuat ledakannya semakin besar energi yang dibutuhkan, sehingga tugas-tugas berikutnya tidak kebagian energi.
0 komentar:
Posting Komentar