Sering kita melihat muka seseorang yang tegang masam bersungut-sungut dalam menghadapi atau menyelesaikan masalah. Bahkan marah-marah atau mengamuk, memukul meja dengan kedua belah tangan. Hal ini kerap terjadi pada suatu perdebatan yang dilandasi perbedaan pendapat yang semakin lama semakin sengit yang puncaknya kedua kubu emosinya tak bisa diredam akhirnya terjadi adu fisik. Yang nyalinya menciut memilih ngacir dengan istilah keren melakukan walk out.
Yang menyedihkan pagi-pagi sudah terjadi percekcokan suami istri dan saling tarik rambut dan pecahnya gelas sama piring mengakibatkan putusnya ikatan dan hilangnya minuman serta sarapan.
Sebenarnya hal-hal semacam itu tidak usah terjadi. Karena hanya akan merugikan kedua belah pihak. Peristiwa semacam itu akan melukai hati keduanya kalau tidak mengetahui solusinya. Keharmonisan yang semula menghiasi hubungan kedua belah pihak bisa menguap karena panas dari emosi yang membara. Kadang-kadang sampai berhari-hari rumah sunyi dari tegur sapa apalagi canda ria. Meskipun tanpa kesepakatan keduanya melakukan tidur terpisah. Kalau tidak ada tempat lain atau takut ketahuan sedang tidak akur salah satu memilih menggelar tikar di kolong.
Keadaan demikian pasti sangat menegangkan dan mengganggu konsentrasi dalam melakukan kegiatan apapun, mengakibatkan banyak mengalami kesalahan-kesalahan pada tugas-tugasnya.
Bagi mereka yang punya jabatan sebagai kepala bagian pada suatu instansi atau perusahaan akan sering mendamprat bawahannya meskipun hanya kesalahan-kesalahan kecil ataupun tidak disengaja, mengakibatkan ketegangan menular merambah pada wilayah yang lebih luas, bisa mengganggu efektivitas pada pelaksanaan tugas-tugas yang ada dan berakibat timbulnya kerugian-kerugian. Dan banyak lagi masalah-masalah yang menimbulkan kekacauan kegelisahan bahkan kekhawatiran menjadi sasaran dari seseorang yang sedang dilanda emosi, apalagi kalau dari orang yang punya jabatan, sebagai penentu. Bisa-bisa mendapat hadiah PHK.
Selalu kontrol terhadap apa yang akan dilakukan merupakan salah satu sisi dari cara berpikir positif. Artinya sebelum melakukan suatu tindakan diteliti dulu akibat dari tindakannya. Akan menguntungkan atau merugikan bagi diri sendiri juga terhadap yang lain apa tidak. Kalau hal demikian dilatih terus sehingga menjadi kebiasaan, meskipun terjadi luapan perasaan yang berlebihan tetap saja bisa mengendalikan diri agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang gegabah. Misalnya dengan bertanya dalam hati, mengapa seseorang bisa berbuat begitu menjengkelkan. Apa yang menyebabkannya. Tingkahnya dilakukan dengan penuh kesadaran atau hanya iseng belaka. Kalau diambil tindakan apa untungnya, kalau tidak usah diambil tindakan apa ruginya?
Dengan pertanyaan-pertanyaan semacam itu akhirnya emosi yang sebenarnya akan meledak menjadi terlupakan. Bahkan jika bisa diketahui penyebab tingkahnya tersebut karena sedang dihimpit kesulitan-kesulitan sehingga sebagai pelarian melakukan tingkah-tingkah yang mengundang emosi, yang mau emosi bisa berubah menjadi rasa kasihan.
Kejujuran juga pegang peranan dalam meredam emosi. Apalagi jika ditopang dengan keadilan. Kebanyakan yang terjadi seseorang melakukan tingkah-tingkah yang sangat mengganggu suasana menjadi tegang merusak ketentraman dan kenyamanan dengan suara-suara hingar-bingar yang menyebabkan sulit untuk bisa tidur nyenyak tidak merasa bahwa yang dilakukan mengganggu ketentraman.
Sebaliknya hanya mendengar suara anak-anak berlatih main musik padahal tidak dengan pengeras suara dan dalam waktu pada batas kewajaran, mencak-mencaknya melebihi orang yang celananya dimasuki kelabang. Jadi penyakit ingin menang sendiri juga termasuk biang kerok timbulnya emosi.
Dengan perasaan ingin menang sendiri dan benar sendiri seseorang akan sering kali merugikan hak asasi pihak lain. Sebab yang dicari melulu kepuasan lahir belaka. Kepekaannya sangat minim sehingga kepeduliannya terhadap penderitaan pihak lain atas tindakan-tindakannya yang hanya mengejar-ngejar kepuasannya sendiri juga sangat terbatas.
Negara-negara faham aliran maupun kepercayaan yang pengikutnya membanggakan kedua perasaan tersebut kehadirannya akan hanya menebar malapetaka belaka, suka menyepelekan, mencela bahkan menghina sesamanya, tidak mau disaingi apalagi diungguli.
Kepada para pesaingnya yang punya potensi di segala bidang misalnya letaknya yang lebih strategis, punya musim yang bisa untuk beraktivitas normal sepanjang tahun, kekayaan alam yang melimpah, SDM yang relatif murah, mempunyai banyak keindahan dan keunikan. Negara-negara semacam itu akan dianggap sebagai pesaing, sehingga perlu sekali diciptakan kekacauan, tragedi-tragedi agar rakyat maupun para pejabat yang ada dan kebanyakan dipilih yang imannya lemah untuk mengganti yang tegar dan mementingkan rakyat menyebabkan terbengkalainya kemampuan untuk mengelola keadaan alam yang semula mirip surga berubah jadi mirip neraka. Bagi yang emosi maupun frustasi dalam menyikapi keadaan tersebut banyak yang membuat geng-geng untuk melampiaskan kemendongkolannya. Memberi bumbu pada keadaan yang tidak nyaman menjadi lebih tidak sedap.
Aksi mereka dalam melampiaskan dendamnya kepada keadaan yang dirasa sangat menyebalkan kerapkali sudah melewati batas kewajaran. Dengan pemukulan-pemukulan menggunakan tangan setiap melakukan pengeroyokan, pertarungan tangan-tangan mereka merasa sakit mereka ganti dengan alat-alat tajam yang betul-betul tajam, sehingga korban-korban aksi mereka banyak yang tidak tertolong.
Ulah para anggota geng-geng ini memang sengaja untuk memancing kemarahan umum. Dan yang berani menghalangi akan menjadi sasaran amukan mereka.
Gambaran di atas merupakan pencerminan tindakan-tindakan akibat dari cara berpikir yang kurang positif. Kemarahan mereka kepada keadaan memang termasuk masih manusiawi. Yang disayangkan bentuk-bentuk pelampiasannya yang sering mengundang antipati.
Memang banyak dari anggota geng-geng tersebut merupakan kawula muda yang potensial, cerdas, jenius, trampil, punya cita-cita tinggi. Hanya karena tidak punya saku yang tidak rata impiannya banyak yang tergugah oleh kenyataan. Banyak di antara teman-teman seangkatannya yang jelas-jelas punya aikyu (IQ) jongkok bahkan disertai membungkuk-bungkuk kok bisa menduduki kursi jabatan empuk, ada yang bisa meneruskan kuliah pada perguruan tinggi yang termasuk lux. Ada yang bisa meneruskan kuliah ke luar negeri. Ada lagi yang bisa mempersunting gadis idamannya dan menempati hunian mewah.
Kekecewaan-kekecewaan demikian bukan saja dialami oleh rakyat negara-negara miskin atau negara-negara bekas jajahan, tetapi hampir dirasakan oleh sebagian besar rakyat di seluruh dunia, selama penguasa-penguasa yang ada kesadarannya masih berkutat pada kesadaran fisik. Ciri-cirinya selalu menempatkan materi di atas segalanya. Karena materilah yang bisa memuaskan nafsu-nafsu indrianya. Masalah-masalah lain seperti rasa kasih, moral, kepedulian terhadap sesama manusia apalagi sesama makhluk sangat terbatas, bahkan dianggap tidak bermanfaat, yang hal ini merupakan ciri-ciri dari kurang mampunya untuk bisa berpikir positif.
Bagi penguasa, yang mampu berpikir positif pasti akan selalu merasa bersyukur bahwa dirinya bisa mendapat kekuasaan, karena pilihan atau keturunan sehingga tidak harus mengecewakan rakyatnya apalagi menjadi penyebab sebagian besar rakyatnya menderita kemudian sebagian besar rakyatnya terutama para kawula mudanya membuat ulah maupun kebrutalan-kebrutalan sebagai pelampiasan rasa kekecewaan mereka. Sebaliknya tindakan-tindakan brutal yang dilakukan juga tidak dapat ditolerir, karena tidak menyelesaikan masalah. Yang perlu dilakukan adalah mensyukuri hidup ini dengan menebar benih-benih kebajikan kapanpun dan dimanapun sehingga hidup kita punya manfaat bagi diri sendiri dan terhadap makhluk lain. Sebagai perwujudan rasa terima kasih kepada Sang Maha Pencipta bahwa kita termasuk makhluk yang beruntung mendapat anugerah berupa tingkatan perkembangan sebagai makhluk berjasad yang paling sempurna, yang mampu secara sadar untuk mengembangkan potensi dari Sang Maha Kuasa yang berada dalam diri kita.
Merasa bersyukur dan tahu berterima kasih atas kebaikan-kebaikan terhadap diri kita merupakan salah satu ciri dari berpikir positif, sehingga seseorang yang bisa mengingat jasa-jasa di lingkungan keluarga, pada saudara-saudara, kebaikan para tetangga dan pada lingkungan yang lebih luas akan berkali-kali berpikir sebelum melakukan tindakan yang emosional. Apalagi kebaikan atau jasa-jasa tersebut menyangkut keberhasilan usahanya, karir, maupun bantuan-bantuan yang bisa melangsungkan kehidupan rumah tangganya.
Ciri lain dari seseorang yang berpikir positif selalu memandang segi baiknya terhadap sesuatu masalah, sehingga selalu terbebas dari ganjalan-ganjalan pada perasaannya, termasuk pada hal-hal yang menyakitkan atau merugikan. Sebab berpendapat bahwa semuanya punya manfaat. Untuk mendidiknya agar tidak gampang marah, dan untuk memperbesar rasa keikhlasan. Bilamana kesadaran sudah sampai pada tingkatan demikian, seseorang dijauhi oleh luapan perasaan atau emosi. Sebab dalam berada dalam diri yang tingkat kesadarannya sampai tahap tersebut emosi selalu nganggur, tidak pernah tampil untuk mengobrak-abrik suasana damai tentram.
Dan yang paling cepat untuk membikin emosi tidak mau tinggal adalah perasaan bahwa di dalam setiap ujud bersemayam hidup dari yang Maha Bijaksana, sehingga semua tindakan kurang baik terhadap suatu ujud akan berurusan dengan yang empunya hidup dalam ujud tersebut. Pada suatu saat akan menghasilkan akibat, sebagai penyeimbang. Tindakan buruk terhadap suatu ujud akan mengganggu perkembangan ujud tersebut. Karena Yang Maha Tahu mendidik dan membimbing suatu ujud melalui hidup yang berada di dalamnya, meskipun terhadap hidup yang masih laten, untuk menyempurnakan bentuk dan meningkatkan kesadarannya. Tindakan buruk akan mengganggu bahkan merusak terhadap rencana kedua perkembangan tersebut.
Tindakan buruk yang bisa mengganggu perkembangan suatu ujud bukan saja yang langsung menyebabkan penderitaan atau kesakitan tetapi juga sikap tidak wajar, kebencian, prasangka buruk, menyumpahi, apalagi mengutuk, ucapan-ucapan kasar dan tindakan-tindakan lain yang memancar getaran-getaran buruk, yang menciptakan ketegangan-ketegangan dan akan mengganggu bekerjanya sistem saraf juga metabolisme menjadi tidak normal.
Banyak anak yang mbadung, "nakal", frustasi, menjadi stress karena perlakuan yang tidak wajar atau selalu diliputi ketegangan-ketegangan dalam keluarganya. Sebagai solusi paling ampuh adalah pancaran rasa kasih yang tulus dan penampilan simpatik yang wajar.
Yang menyedihkan pagi-pagi sudah terjadi percekcokan suami istri dan saling tarik rambut dan pecahnya gelas sama piring mengakibatkan putusnya ikatan dan hilangnya minuman serta sarapan.
Sebenarnya hal-hal semacam itu tidak usah terjadi. Karena hanya akan merugikan kedua belah pihak. Peristiwa semacam itu akan melukai hati keduanya kalau tidak mengetahui solusinya. Keharmonisan yang semula menghiasi hubungan kedua belah pihak bisa menguap karena panas dari emosi yang membara. Kadang-kadang sampai berhari-hari rumah sunyi dari tegur sapa apalagi canda ria. Meskipun tanpa kesepakatan keduanya melakukan tidur terpisah. Kalau tidak ada tempat lain atau takut ketahuan sedang tidak akur salah satu memilih menggelar tikar di kolong.
Keadaan demikian pasti sangat menegangkan dan mengganggu konsentrasi dalam melakukan kegiatan apapun, mengakibatkan banyak mengalami kesalahan-kesalahan pada tugas-tugasnya.
Bagi mereka yang punya jabatan sebagai kepala bagian pada suatu instansi atau perusahaan akan sering mendamprat bawahannya meskipun hanya kesalahan-kesalahan kecil ataupun tidak disengaja, mengakibatkan ketegangan menular merambah pada wilayah yang lebih luas, bisa mengganggu efektivitas pada pelaksanaan tugas-tugas yang ada dan berakibat timbulnya kerugian-kerugian. Dan banyak lagi masalah-masalah yang menimbulkan kekacauan kegelisahan bahkan kekhawatiran menjadi sasaran dari seseorang yang sedang dilanda emosi, apalagi kalau dari orang yang punya jabatan, sebagai penentu. Bisa-bisa mendapat hadiah PHK.
Selalu kontrol terhadap apa yang akan dilakukan merupakan salah satu sisi dari cara berpikir positif. Artinya sebelum melakukan suatu tindakan diteliti dulu akibat dari tindakannya. Akan menguntungkan atau merugikan bagi diri sendiri juga terhadap yang lain apa tidak. Kalau hal demikian dilatih terus sehingga menjadi kebiasaan, meskipun terjadi luapan perasaan yang berlebihan tetap saja bisa mengendalikan diri agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang gegabah. Misalnya dengan bertanya dalam hati, mengapa seseorang bisa berbuat begitu menjengkelkan. Apa yang menyebabkannya. Tingkahnya dilakukan dengan penuh kesadaran atau hanya iseng belaka. Kalau diambil tindakan apa untungnya, kalau tidak usah diambil tindakan apa ruginya?
Dengan pertanyaan-pertanyaan semacam itu akhirnya emosi yang sebenarnya akan meledak menjadi terlupakan. Bahkan jika bisa diketahui penyebab tingkahnya tersebut karena sedang dihimpit kesulitan-kesulitan sehingga sebagai pelarian melakukan tingkah-tingkah yang mengundang emosi, yang mau emosi bisa berubah menjadi rasa kasihan.
Kejujuran juga pegang peranan dalam meredam emosi. Apalagi jika ditopang dengan keadilan. Kebanyakan yang terjadi seseorang melakukan tingkah-tingkah yang sangat mengganggu suasana menjadi tegang merusak ketentraman dan kenyamanan dengan suara-suara hingar-bingar yang menyebabkan sulit untuk bisa tidur nyenyak tidak merasa bahwa yang dilakukan mengganggu ketentraman.
Sebaliknya hanya mendengar suara anak-anak berlatih main musik padahal tidak dengan pengeras suara dan dalam waktu pada batas kewajaran, mencak-mencaknya melebihi orang yang celananya dimasuki kelabang. Jadi penyakit ingin menang sendiri juga termasuk biang kerok timbulnya emosi.
Dengan perasaan ingin menang sendiri dan benar sendiri seseorang akan sering kali merugikan hak asasi pihak lain. Sebab yang dicari melulu kepuasan lahir belaka. Kepekaannya sangat minim sehingga kepeduliannya terhadap penderitaan pihak lain atas tindakan-tindakannya yang hanya mengejar-ngejar kepuasannya sendiri juga sangat terbatas.
Negara-negara faham aliran maupun kepercayaan yang pengikutnya membanggakan kedua perasaan tersebut kehadirannya akan hanya menebar malapetaka belaka, suka menyepelekan, mencela bahkan menghina sesamanya, tidak mau disaingi apalagi diungguli.
Kepada para pesaingnya yang punya potensi di segala bidang misalnya letaknya yang lebih strategis, punya musim yang bisa untuk beraktivitas normal sepanjang tahun, kekayaan alam yang melimpah, SDM yang relatif murah, mempunyai banyak keindahan dan keunikan. Negara-negara semacam itu akan dianggap sebagai pesaing, sehingga perlu sekali diciptakan kekacauan, tragedi-tragedi agar rakyat maupun para pejabat yang ada dan kebanyakan dipilih yang imannya lemah untuk mengganti yang tegar dan mementingkan rakyat menyebabkan terbengkalainya kemampuan untuk mengelola keadaan alam yang semula mirip surga berubah jadi mirip neraka. Bagi yang emosi maupun frustasi dalam menyikapi keadaan tersebut banyak yang membuat geng-geng untuk melampiaskan kemendongkolannya. Memberi bumbu pada keadaan yang tidak nyaman menjadi lebih tidak sedap.
Aksi mereka dalam melampiaskan dendamnya kepada keadaan yang dirasa sangat menyebalkan kerapkali sudah melewati batas kewajaran. Dengan pemukulan-pemukulan menggunakan tangan setiap melakukan pengeroyokan, pertarungan tangan-tangan mereka merasa sakit mereka ganti dengan alat-alat tajam yang betul-betul tajam, sehingga korban-korban aksi mereka banyak yang tidak tertolong.
Ulah para anggota geng-geng ini memang sengaja untuk memancing kemarahan umum. Dan yang berani menghalangi akan menjadi sasaran amukan mereka.
Gambaran di atas merupakan pencerminan tindakan-tindakan akibat dari cara berpikir yang kurang positif. Kemarahan mereka kepada keadaan memang termasuk masih manusiawi. Yang disayangkan bentuk-bentuk pelampiasannya yang sering mengundang antipati.
Memang banyak dari anggota geng-geng tersebut merupakan kawula muda yang potensial, cerdas, jenius, trampil, punya cita-cita tinggi. Hanya karena tidak punya saku yang tidak rata impiannya banyak yang tergugah oleh kenyataan. Banyak di antara teman-teman seangkatannya yang jelas-jelas punya aikyu (IQ) jongkok bahkan disertai membungkuk-bungkuk kok bisa menduduki kursi jabatan empuk, ada yang bisa meneruskan kuliah pada perguruan tinggi yang termasuk lux. Ada yang bisa meneruskan kuliah ke luar negeri. Ada lagi yang bisa mempersunting gadis idamannya dan menempati hunian mewah.
Kekecewaan-kekecewaan demikian bukan saja dialami oleh rakyat negara-negara miskin atau negara-negara bekas jajahan, tetapi hampir dirasakan oleh sebagian besar rakyat di seluruh dunia, selama penguasa-penguasa yang ada kesadarannya masih berkutat pada kesadaran fisik. Ciri-cirinya selalu menempatkan materi di atas segalanya. Karena materilah yang bisa memuaskan nafsu-nafsu indrianya. Masalah-masalah lain seperti rasa kasih, moral, kepedulian terhadap sesama manusia apalagi sesama makhluk sangat terbatas, bahkan dianggap tidak bermanfaat, yang hal ini merupakan ciri-ciri dari kurang mampunya untuk bisa berpikir positif.
Bagi penguasa, yang mampu berpikir positif pasti akan selalu merasa bersyukur bahwa dirinya bisa mendapat kekuasaan, karena pilihan atau keturunan sehingga tidak harus mengecewakan rakyatnya apalagi menjadi penyebab sebagian besar rakyatnya menderita kemudian sebagian besar rakyatnya terutama para kawula mudanya membuat ulah maupun kebrutalan-kebrutalan sebagai pelampiasan rasa kekecewaan mereka. Sebaliknya tindakan-tindakan brutal yang dilakukan juga tidak dapat ditolerir, karena tidak menyelesaikan masalah. Yang perlu dilakukan adalah mensyukuri hidup ini dengan menebar benih-benih kebajikan kapanpun dan dimanapun sehingga hidup kita punya manfaat bagi diri sendiri dan terhadap makhluk lain. Sebagai perwujudan rasa terima kasih kepada Sang Maha Pencipta bahwa kita termasuk makhluk yang beruntung mendapat anugerah berupa tingkatan perkembangan sebagai makhluk berjasad yang paling sempurna, yang mampu secara sadar untuk mengembangkan potensi dari Sang Maha Kuasa yang berada dalam diri kita.
Merasa bersyukur dan tahu berterima kasih atas kebaikan-kebaikan terhadap diri kita merupakan salah satu ciri dari berpikir positif, sehingga seseorang yang bisa mengingat jasa-jasa di lingkungan keluarga, pada saudara-saudara, kebaikan para tetangga dan pada lingkungan yang lebih luas akan berkali-kali berpikir sebelum melakukan tindakan yang emosional. Apalagi kebaikan atau jasa-jasa tersebut menyangkut keberhasilan usahanya, karir, maupun bantuan-bantuan yang bisa melangsungkan kehidupan rumah tangganya.
Ciri lain dari seseorang yang berpikir positif selalu memandang segi baiknya terhadap sesuatu masalah, sehingga selalu terbebas dari ganjalan-ganjalan pada perasaannya, termasuk pada hal-hal yang menyakitkan atau merugikan. Sebab berpendapat bahwa semuanya punya manfaat. Untuk mendidiknya agar tidak gampang marah, dan untuk memperbesar rasa keikhlasan. Bilamana kesadaran sudah sampai pada tingkatan demikian, seseorang dijauhi oleh luapan perasaan atau emosi. Sebab dalam berada dalam diri yang tingkat kesadarannya sampai tahap tersebut emosi selalu nganggur, tidak pernah tampil untuk mengobrak-abrik suasana damai tentram.
Dan yang paling cepat untuk membikin emosi tidak mau tinggal adalah perasaan bahwa di dalam setiap ujud bersemayam hidup dari yang Maha Bijaksana, sehingga semua tindakan kurang baik terhadap suatu ujud akan berurusan dengan yang empunya hidup dalam ujud tersebut. Pada suatu saat akan menghasilkan akibat, sebagai penyeimbang. Tindakan buruk terhadap suatu ujud akan mengganggu perkembangan ujud tersebut. Karena Yang Maha Tahu mendidik dan membimbing suatu ujud melalui hidup yang berada di dalamnya, meskipun terhadap hidup yang masih laten, untuk menyempurnakan bentuk dan meningkatkan kesadarannya. Tindakan buruk akan mengganggu bahkan merusak terhadap rencana kedua perkembangan tersebut.
Tindakan buruk yang bisa mengganggu perkembangan suatu ujud bukan saja yang langsung menyebabkan penderitaan atau kesakitan tetapi juga sikap tidak wajar, kebencian, prasangka buruk, menyumpahi, apalagi mengutuk, ucapan-ucapan kasar dan tindakan-tindakan lain yang memancar getaran-getaran buruk, yang menciptakan ketegangan-ketegangan dan akan mengganggu bekerjanya sistem saraf juga metabolisme menjadi tidak normal.
Banyak anak yang mbadung, "nakal", frustasi, menjadi stress karena perlakuan yang tidak wajar atau selalu diliputi ketegangan-ketegangan dalam keluarganya. Sebagai solusi paling ampuh adalah pancaran rasa kasih yang tulus dan penampilan simpatik yang wajar.
0 komentar:
Posting Komentar